Kritik dan Esai "Ulama Durna Ngesok ke Istana"
Nama: Anita Eka Syalina
Nim : 175200075
“Ulama Durna Ngesot ke Istana
Puisi : M. Shoim Anwar
Lihatlah
sebuah panggung di negeri sandiwara
ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana
menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah
maka kekuasaan menjadi sangat pongah
memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya
agar segala tingkah polah dianggap absah
Lihatlah
ketika Ulama Durna ngesot ke istana
menyerahkan marwah yang dulu diembannya
Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana
bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa
menunggang banteng bermata merah
mengacungkan arit sebagai senjata
memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara
Lihatlah
ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa
adakah ia hendak menyulut api baratayuda
para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah
tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula
porak poranda dijajah tipu daya
oh tahta dunia yang fana
para begundal mengaku dewa-dewa
sambil menuding ke arah kawula
seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah
Lihatlah
ketika Ulama Durna ngesot ke istana
pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra
ia diumpankan raja ke medan laga
terhenyaklah saat terkabar berita
anak hasil perzinahannya dengan satwa
telah gugur mendahului di depan sana
Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya
ia menunduk di atas tanah
riwayatnya pun berakhir sudah
kepalanya terpenggal karena terpedaya
menebus karmanya saat baratayuda
Desember 2020
Puisi M. Shoim Anwar yang berjudul “Ulama Durna Ngesot ke Istana” menceritakan tentang sosok tokoh ulama Durna yang menggadaikan gelarnya kepada pemerintahan demi keuntungan dan kepentingan beberapa pihak, memanipulsi ilmunya untuk menggaet kepercayaan segerombolan orang untuk mengikutinya. Berdasarkan bentuknya, puisi tersebut memiliki empat bait, setiap bait memiliki jumlah baris yang berbeda dan selalu diawali dengan kata lihatlah. Setiap bait memiliki akhiran rima yang cukup seragam yakni “a” dan “h” sehingga menambah estetik bentuk puisi. Berikut uraian makna tiap bait puisi M. Shoim Anwar yang berjudul “Ulama Durna Ngesot ke Istana”
Pada puisi yang berjudul Ulama Durna Ngesot Ke Istana karya M.Shoim Anwar memiliki 4 bait. Pada bait ke-1 terdapat 7 baris, bait ke-2 terdapat 8 baris, bait ke-3 terdapat 10 baris, dan bait ke-4 terdapat 12 baris. Pada setiap baris memiliki kata yang bermakna berkaitan dengan kehidupan nyata saat ini.
Lihatlah
sebuah panggung di negeri sandiwara
ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana
menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah
maka kekuasaan menjadi sangat pongah
memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya
agar segala tingkah polah dianggap absah
Pada bait pertama puisi tersebut kita akan di perlihatkan Bagaimana orang-orang melakukan segala sesuatu demi sebuah kedudukan dan kekuasaan. Bait tersebut menjelaskan tentang tokoh bernama Durna yang berlebel ulama menjilat raja agar mendapatkan segala bentuk keinginannya. Sungguh miris bukan, tokoh yang dilabeli dengan kata ulama menjilat dan menjual agama demi kepentingannya. Segala cara dilakukan termasuk menjual ayat-ayat yang dianggap sucipun diseret demi kelancaran akal bulusnya. Lihatlah pada baris ke tiga dan empat ini Ketika ada ulama Durna Ngesot ke istana//Menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah. Pada baris ke tiga dan ke empat tersebut menunjukan tetang seorang ulama yang dengan sadar merangkak-rangkak kedalam lingkaran istana untuk mendapatkan kekuasaan
Lihatlah
ketika Ulama Durna ngesot ke istana
menyerahkan marwah yang dulu diembannya
Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana
bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa
menunggang banteng bermata merah
mengacungkan arit sebagai senjata
memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara
Bait kedua menggambarkan sosok ulama Durna yang datang ke pemerintah dengan menggadaikan kehormatannya. Ulama dengan para pengikut yang dia peroleh dari hasil menjual gelar dan dalil-dalil yang digunakan sebagai senjata untuk menghakimi semua orang yang dianggapnya musuh.
Lihatlah
ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa
adakah ia hendak menyulut api baratayuda
para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah
tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula
porak poranda dijajah tipu daya
oh tahta dunia yang fana
para begundal mengaku dewa-dewa
sambil menuding ke arah kawula
seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah
Bait ketiga menggambarkan Ulama Durna yang menjual dalil-dalil untuk memperkeruh suasana, para pengikutnya jatuh ke dalam sistem yang diciptakan oleh pemerintahan yang kurang memiliki kompeten. Kerusuhan terjadi di mana-mana akibat tipu daya, semua orang berupaya memperoleh kedudukan di dunia yang tidak kekal. Para penjilat mengaku sebagai pemimpin seakan dialah yang akan menguasai dunia.
Lihatlah
ketika Ulama Durna ngesot ke istana
pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra
ia diumpankan raja ke medan laga
terhenyaklah saat terkabar berita
anak hasil perzinahannya dengan satwa
telah gugur mendahului di depan sana
Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya
ia menunduk di atas tanah
riwayatnya pun berakhir sudah
kepalanya terpenggal karena terpedaya
menebus karmanya saat baratayuda
Bait keempat menggambarkan ulama Durna yang justru dijadikan umpan oleh para pemerintah saat perebutan kedudukan, tetapi dia justru mengalami kekalahan. Inilah karma yang dia dapat, apa yang dia tanam itulah yang akan dia tuai, jika dia menanam keburukan maka kehancuranlah yang akan dia terima.
Kaitannya dengan kehidupan jaman sekarang ialah banyak orang yang ingin menjadikan dirinya seorang pemimpin. Tapi mereka lupa akan kewajibannya menjadi seorang pemimpin itu seperti apa. dan banyak para pemimpin tercipta dari tangan-tangan kotor dan menjadikan mereka pemimpin yang tidak jujur hanya besar di mulut tapi tidak ada hasilnya.
By: Anita Eka Syalina (175200075)
Komentar
Posting Komentar