Kritik & essai Cerpen ''Sulastri dan Empat Lelaki'' Karya M. Shoim Anwar

 Nama: Anita Eka Syalina

Nim   : 175200075

Prodi : Pendidikan Bahasa Indonesia 2017 A

Cerpen yang berjudul “Sulastri dan Empat Lelaki” Karya M. Shoim Anwar  tersebut mempunyai beberapa paragraf dan  memiliki beberapa makna. Cerpen tersebut menceritakan tentang seorang wanita yang pergi ke negeri sebrang untuk menjadi TKI. Tapi cara dia pergi atau terbang ke negeri tersebut dengan cara yang tidak resmi dia memberanikan diri untuk menjadi TKI karena keburukan ekonomi yang dialaminya dan keluarganya. Beberapa masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata akan dijabarkan yakni ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, dan religi. 

Termasuk dalam permasalahan ideologi yang berkaitan dengan kehidupan nyata bahwa seorang istri selalu menuntut sang suami untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saat suami tidak bisa memenuhi kebutuhan materi istrinya secara baik, maka istri pun bertingkah berlebihan seperti melakukan apapun itu tanpa berpikir baik maupun buruknya, yang terpenting ia mendapatkan yang ia impikan. Itulah istri yang merasa kurang dipenuhi materinya oleh suami hal tersebut telah digambarkan pada cerpen sulastri dan empat lelaki. Selain itu, istri pun jadi berani melawan suami bahkan berani berkata kasar kepada suami, sikap tersebut akibat dari tidak terpenuhi kebutuhan materi sang istri.

Dilihat dari permasalahan ideologi juga, polisi yang bekerja hanya untuk sogokan. Polisi yang menilang orang yang melanggar lalu lintas kemudian dia memberi surat tilang dan kemudian meminta bayaran kepada si pelanggar. Terlihat dari kutipan berikut:

Permintaan diulang beberapa kali. Sulastri tetap menolak untuk turun. Sang polisi mulai kehilangan kesabaran. Raut wajahnya yang coklat gelap tampak menegang. Dia berjalan cepat menuju patahan tanggul yang belum selesai, kemudian menaiki bongkahan-bongkahan batu. Terdengar dia menyeru kembali. Muncul kekhawatiran pada diri Sulastri. Ketika polisi itu hampir sampai di atas tanggul, Sulastri bergerak menjauh, makin cepat dan cepat. Sang polisi mengikuti dengan langkah cepat pula. Keduanya tampak seperti berkejaran. Sesampai di ujung, Sulastri menyelinap kembali pada area patung-patung abstrak. Polisi pun kembali ke posnya.

Sulastri tahu, polisi tak akan menangkapnya tanpa imbalan. Dia hanya menghindar sesaat dari tindakan fisik. Polisi tak mungkin menyerahkannya pada kedutaan untuk dideportasi. Seperti juga teman-teman senasib, Sulastri menggelandang. Kalau ingin ditangkap dan dideportasi, dia harus bergabung dengan beberapa teman, mengumpulkan uang setidaknya seribu real per orang, lalu diserahkan pada para perantara yang bekerja ala mafia. Para perantara inilah yang akan menghubungi polisi agar menangkap sekumpulan orang yang sudah diatur tempat dan waktunya. Dari seribu real per orang, konon polisi akan mendapat tujuh ratus real per orang, sisanya untuk para perantara. Polisi akan mengirim orang-orang tangkapan ini ke kedutaan dengan surat deportasi. Kedutaanlah yang berkewajiban menerbangkan mereka ke tanah air. Celakanya, ketika uang sudah diserahkan tapi penangkapan tak kunjung tiba. Lebih celaka lagi, para perantara ternyata berasal dari negeri Sulastri sendiri.

Maknanya adalah polisi akan menangkap sulastri karena sulastri adalah TKI gelap karena selain tugas polisi tersebut juga di sogok.

Dari permasalahan politik di negara sulastri juga banyak pemimpin yang mementingkan keinginan pribadi daripada keinginan umum banyak pemimpin yang manis di mulut saja sehingga kehidupan masyarakatnya tidak sejahtera. Dan yang dialami sulastri kini karena pemerintah tidak bertindak dan turun  tangan dalam  mengatasi masalah masyarakatnya saat ini.

Dari permasalahan ekonomi yaitu terdapat dalam kutipan berikut:

“Tanam tembakau di tepi bengawan makin tak berharga. Dipermainkan pabrik rokok. Aku tak sanggup begini terus. Apakah anak-anak akan kau beri makan keris dan tombak tua?”

Kesabaran Sulastri mengikis. Kali ini dia mengambil buku yang dulu sering dibaca dan diceritakan Markam. Buku yang telah kumal itu disodorkan ke muka suaminya hingga menyentuh ujung janggut.

“Kau bukan Siddhartha, sang pertapa Gotama dari Kerajaan Sakya yang pergi bertapa meninggalkan kemewahan. Istri dan anaknya ditinggal dengan harta berlimpah. Tapi kau meninggalkan kemelaratan untuk aku dan anak-anak!”

Dari kutipan cerpen di atas bermakna meskipun berusaha menanam tembakau ditepi sungai bengawan tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi yang semakin hari semakin besar. Kehidupan ekonomi sulastri dan keluarga sangat rendah sehingga sulastri memberanikan diri untuk pergi keluar negeri untuk mengadu nasib di negeri orang. Tapi sayangnya sulastri pergi keluar negeri dengan cara yang tidak resmi sehingga dia di kejar-kejar polisi.

Selain sulastri banyak juga masyarakat dari negaranya yang merantau ke negeri orang karena kebutuhan ekonom tidak memadai. Di negerinya sulastri masih banyak masyarakat yang ekonominya rendah bahkan sangat rendah. 

Pada cerpen tersebut juga menggambarkan sosial masyarakat yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Pada daerah tempat tinggal sulastri pun sangan buruk nilai sosialnya, karena setiap orang hanya mementingkan urusan pribadinya saja tanpa peduli dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini sangat jelas berkaitan dengan kehidupan nyata contohnya di negara Indonesia, banyak sekali manusia yang membesarkan egois daripada toleransi, simpati, dan empati kepada sesama. Manusia seperti ini sangat banyak, namun tidak semua manusia membesarkan ego. Ada juga manusia yang memiliki simpati maupun toleransi pada sesama, contohnya saat ada tetangga yang mengalami kesulitan ekonomi, ada manusia baik dan peduli lingkungan membantunya dengan memberikan informasi lowongan pekerjaan dan bisa juga memberikan pekerjaan, agar dapat membantu memulihkan kondisi ekonomi tetangganya tersebut. 

Dari segi budaya dalam kehidupan sulastri banyak masyarakat terutama kaum perempuan banyak yang menikah tanpa melihat status sosial dan ekonomi, mereka menikah hanya karena rasa saling suka sehingga banyak dari mereka yang kekurangan dan memiliki ekonomi yang jauh dari kata sempurna. Laki-laki kurang bertanggung jawab sehingga memaksa kaum wanita untuk bekerja. Perhatian kutipan berikut:

“Tolonglah saya, Ya Musa,” pinta Sulastri.

“Kau masuk ke negeri ini secara haram. Bagaimana aku bisa menolongmu?” jawab Musa dengan suara besar menggema.

“Saya ditelantarkan suami, Ya Musa.”

“Suamimu seorang penyembah berhala. Mengapa kau bergantung padanya?”

“Saya seorang perempuan, Ya Musa.”

“Perempuan atau laki diwajibkan mengubah nasibnya sendiri.”

“Negeri kami miskin, Ya Musa.”

“Kekayaan negerimu melimpah ruah. Kau lihat, di sini kering dan tandus.”

“Kami tidak punya pekerjaan, Ya Musa.”

“Apa bukan kalian yang malas hingga suka jalan pintas?”

“Kami menderita, Ya Musa.”

“Para pemimpin negerimu serakah.”

“Kami tak kebagian, Ya Musa”

“Mereka telah menjarah kekayaan negeri untuk diri sendiri, keluarga, golongan, serta para cukongnya.”

“Kami tak memperoleh keadilan, Ya Musa.”

“Di negerimu keadilan telah jadi slogan.”

“Tolonglah saya, Ya Musa.”

Sulastri berkata kepada musa bahwa dia datang ke negerinya untuk mencari pekerjaan. Dia ditelantarkan suaminya sehingga dia mencari nafkah sendiri. Sulastri mengaku bahwa negerinya miskin tidak ada pekerjaan disana. Dia tidak memperoleh keadilan dari pemerintah keadilan hanya slogan saja yang ada hanyalah slogan saja.

Itu di kehidupan nyata benar-benar logis sekali yang dilakukan berbanding terbalik dengan yang dilakukan oleh sulastri dalam cerpen tersebut. Terkait dengan religi dalam cerpen tersebut, sangat jelas bahwa semua manusia menyembah berhala dan matahari. Mereka tidak menyembah tuhan yang telah menciptakkan ia di dunia ini. Dari segi religi saja sudah salah, maka terlihat jelas bahwa kehidupan mereka sangatlah rumit. Mereka tidak menyembah tuhan melainkan yang mereka sembah adalah berhala. 

Amanat dari cerpen “Sulastri dan Empat Lelaki”

Kita harus mengerti perbuatan itu benar atau salah

Jadi laki-laki itu harus bertanggung jawab, dan tanggung jawab laki-laki itu sangatlah besar

Jadilah pemimpin yang adil dan memakmurkan rakyatnya agar kehidupan damai dan tentram.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mendalami Puisi-puisi Karya Wiji Thukul

Mendalami Cerpen ''Setan Banteng" Karya Seno Gumira Ajidarma

Kritik dan Esai Cerpen