Mengkritik Puisi "Sajak Palsu" Karya Agus R. Sarjono

Nama: Anita Eka Syalina

Nim  : 175200075

Prodi : Pendidikan Bahasa Indonesia 2017 A

Sajak Palsu

Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah

dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar

sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah

mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka

yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah

mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru

untuk menyerahkan amplop berisi perhatian

dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu

dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru

dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu

untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan

nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah

demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir

sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,

ahli pertanian palsu, insinyur palsu.

Sebagian menjadi guru, ilmuwan

atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi

mereka  menghambur ke tengah pembangunan palsu

dengan ekonomi palsu sebagai panglima

palsu. Mereka saksikan

ramainya perniagaan palsu dengan ekspor

dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan

berbagai barang kelontong kualitas palsu.

Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus

dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga

pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri

yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga

dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka

uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu

sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis

yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam

nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu

meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan

gagasan-gagasan palsu di tengah seminar

dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya

demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring

dan palsu.

1998

Dari puisi di atas yang berjudul “Sajak Palsu” yang di tulis oleh Agus R. Sarjono. Menceritakan tentang kehidupan di negeri ini  yang penuh dengan kepalsuan atau kebohongan. Dari sebuah instansi pendidikan, kerja dan pemerintah di Indonesia.” Berawal dari kepalsuan menjadi palsu”. Hal itu tergambar dari guru yang penuh dengan kepalsuan melahirkan murid-murid yang pintar tapi palsu. Puisi tersebut memberikan gambaran buruk yang terjadi jika segalanya penuh kebohongan. Hal tersebut sangat berdampak buruk bagi generasi muda, sang pemegang kunci masa depan bangsa. Tentu saja kita tidak mau hidup dalam kebohongan hingga tidak ada satu pun orang yang bisa dipercayai bukan?

Kaitannya dengan kehidupan saat ini ialah ketika seseorang memutuskan menjadi guru, sadarkah dia bakal turut menentukan masa depan orang lain? Menentukan masa depan, bukankah perkara paling penting dalam kehidupan? Tujuan yang benar mesti diraih melalui cara-cara yang benar pula. Ketidakjelasan tujuan memutuskan pilihan hidup menjadi guru, itu baru satu hal. Bersikap culas untuk meraih tujuan hidup, itu hal lain. Jika keduanya terjadi, sempurna kerusakannya. Celakanya, virus kerusakannya bisa ditularkan kepada murid-murid dan orang lain. Guru palsu sudah merancang masa depannya sendiri yang rusak dan merusakkan orang lain. Berbahaya, bukan?

Ijazah itu benda mati. Karena mati, dia bisa kita rekayasa sesuka hati. Tapi, pemegang ijazah adalah manusia. Makhluk sempurna karena dikaruniai akal. Dia bisa bedakan mana yang benar dan salah. Ijazah itu ya begitu-begitu saja, statis. Tapi, perilaku dan kompetensi guru itu mesti diperbaharui. Kekeliruan terbesar dalam hidup guru adalah mengagung-agungkan kehebatan ijazah dan melupakan pentingnya cara untuk meraih ijazah. Setelah ijazah dimiliki, apakah persoalan hidup selesai? Tidak, justru perjuangan sedang dimulai untuk tunjukkan sikap tanggung jawab dalam hidup. Kontribusi apa yang bisa diberikan untuk pendidikan Indonesia? Bukan, keuntungan apa yang bisa dikeruk selama menjadi guru di Indonesia? Guru palsu bisa dipastikan abai dengan tanggung jawab. Hobinya menuntut hak bahkan tega merampas hak-hak murid, orangtua murid, dan masyarakat.

Solusi yang bisa dilakukan adalah pembekalan moral dan pendidikan karakter yang perlu ditekankan pada sistem pendidikan kita. Selain itu, yuk berhenti berbohong mulai dari diri sendiri!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik dan esai video klip

Mengkritik cerpen ''Tahi Lalat'' Karya M. Shoim Anwar