Menyelami Puisi Idul Fitri Karya Sutardji Calzoum Bachri
Nama: Anita Eka Syalina
Nim : 175200075
Prodi : Pendidikan Bahasa Indonesia 2017 A
Idul Fitri
Lihat
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia
Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Telah kuhamparkan sajadah
Yang tak hanya nuju Ka’bah
tapi ikhlas mencapai hati dan darah
Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya
Maka aku girang-girangkan hatiku
Aku bilang:
Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janji-Nya
Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta
Maka walau tak jumpa denganNya
Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa
O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini
ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu
di ujung sisa usia
O usia lalai yang berkepanjangan
Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir
tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia
Maka pagi ini
Kukenakan zirah la ilaha illAllah
aku pakai sepatu sirathal mustaqim
aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat
Dan kurayakan kelahiran kembali
di sana
Sutardji Calzoum Bachri merupakan salah satu penyair sufi Indonesia terkemuka. Ia juga kita kenal sebagai cerpenis, eseis dan budayawan. Lahir di Rengat Riau 24 Juni 1941, ia terkenal sejak awal 1970-an tatkala mengumumkan Kredo Puisi-nya (1973) “kata harus dibebaskan dari beban pengertian” yang mendasari sebagian besar dari puisi-puisi ciptaannya. Kredo puisi Sutardji pada masa itu serta-merta menimbulkan kontroversi dalam kesusastraan Indonesia.
Makna dari puisi diatas adalah seorang pemabuk yang bertobat dengan kebiasaanya meneguk air haram di bulan yang suci yaitu bulan ramadhan ia bertobat, berubah menjadi ahli dzikir dan lebih suka beribadah pada allah SWT. Di tengah ibadahnya di malam lailatul qodar ia ingin bertemu dengan malaikat jibril dan malaikat lainnya tapi selama penantiannya ia tak kunjung bertemu. Tardji semakin dekat dengan allah SWT dan semakin dekat bertemu dengan hari yang fitri yaitu seperti terlahir kembali.
Penyair, kata Sutardji, bukan penyaksi kejadian yang lalu-lalang di hadapan mata inderanya. Dia adalah penyaksi kebenaran hakiki, yang merupakan pusat dari kehidupan. Puisi adalah ungkapan dari sebuah perjalanan spiritual menuju ke lubuk rahasia-rahasia. Jika sudah sampai kepada yang rahasia, ia akan mengalami pencerahan dan karenanya akan mengalami kebangunan diri kembali.
Komentar
Posting Komentar